Speak Fest: Kampanye Antikorupsi yang PAS Bagi Jiwa Pemuda
Sepanjang hari ini langit murung.
Tapi tidak untuk semangat antikorupsi pemuda-pemudi Jakarta.
GOR Bulungan dipayungi langit kelabu, tapi sesuatu di atas sana membuat darah kami bergelora. Jimi Multhazam, pentolan band The Upstairs yang kali ini tampil dengan formasi 5 personil, membuat penyimak di bawah panggung bersorak-sorai akibat orasinya yang selalu menyelingi di antara lima lagu yang mereka dendangkan di atas penggung.
"Kemarin gua bayar pajak. Tapi ternyata jalanan masih bolong-bolong juga. Kita pulang, muka jadi bonyok karena JALANAN DIKORUPSI! Anj*ing!"
yaa.. seperti biasa, Jimi selalu menjaga tensi penonton dengan kata-kata cadasnya disetiap panggung mereka. Beberapa tembang dari album-album lama mereka seperti; Matraman, Terekam Tak Pernah Mati, Disko Darurat dibawakan dengan energi penuh.
Seketika saya jatuh ke dalam masa muda saya. Kaki terhentak-hentak, kepala dan tubuh spontan bergoyang dan kadang bertepuk sesuai irama. dan setelah itu saya sadar bahwa kaki saya bukan kaki anak pensi lagi. karena baru dihentak lima belas menit, seketika pegal-pegal menjalar. (ok, abaikan ini)
Sebuah event besar garapan Club SPEAK (Suara PEmuda Anti Korupsi), yang didanai kantong besar internasioanal, mencoba menarik pemuda ke dalam berkampanye antikorupsi lewat konser musik dengan artis-artis yang mempunyai pengaruh cukup besar bagi pemuda-pemudi kota.
Jarum pendek arloji saya ada diantara angka 5 dan 6. ROOTS, sebuah band yang mengusung musik reggae, menarik para penonton untuk maju ke depan panggung dan bergoyang riang dengan alunan lirik yang tetap disisipkan semangat antikorupsi.
"Get up. stand up. fight for corruption"
Petang. Saya dan kak Tanya terkena dilema. Mencari masjid untuk shalat magrib atau setia berdiri di depan panggung demi melihat Efek Rumah Kaca yang akan tampil selepas magrib nanti. Di tengah kegalauan kami berdua, Bang Toruz yang datang bersama sang kekasih, bertanya-tanya. Akhirnya sebuah kata sakti: "Mau shalat, tapi takut ketinggalan ERK", menyadarkan saya bahwa Tuhan tidak pantas diduakan dengan sebuah idola.
Lantas kami beringsut mencari rumah Tuhan, dan tiga raka'at berhasil kami tuntaskan. ketika baru sampai di pintu gerbang GOR Bulungan, mbak2 MC sudah bersorak: give it up for EFEK RUMAH KACAAAAA..!
praktis langkah kami langsung diburu hasrat rindu yang dalam terhadap penampilan mereka. beberapa penonton berdiri di sisi pinggir kiri panggung, sisanya, yang kebanyakan para outSIDer, duduk-duduk santai memenuhi lapangan. Kami hanya dapat tempat berdiri sebelas meter dari bibir panggung.
Lagu perama, Banyak Asap Disana.
Entah mukjizat apa, tiba-tiba para penonton yang duduk, berdiri dan melongok-longok ke ruang panitia. Dan sikap itu menular ke penonton yang lain sehingga dengan cekatan kami menyusup lincah diantara orang-orang yang mayoritas berbaju hitam. Daaaaaaan VOILA! kami sudah di depan panggung :D hhahaha YIPI!
Koor merdu penonton pun mengalir. dan seruan "KOTA! KOTA!" yang dikomando Bang Adrian juga tegas terdengar.
Jangan Bakar Buku ada di urutan selanjutnya. Tetapi saya dan Kak Tanya besikukuh supaya HILANG dimainkan. Dan terimaksih Tuhan mereka memainkannya.
"Yang Hilang.. Menjadi katalis.. di setiap Kamis.. nyali berlapis.. aaaaa... aaaa.."
Susana berubah mencekam sesaat dengan nada lirih lagu yang ikut serta dalam album Amnesty International ini. Kami menghayatinya. Sedap.
Pukul tujuh kurang mereka usai, sorak-sorai "WE WANT MORE" dan "LAGIIII" tak bisa disanggupkan. Tapi kami PUAS. Karena setelah sekian lama rehat untuk menonton ERK yang notabene telah menyatukan teman-teman di jejaring dunia maya.
Selanjutnya KUNCI tampil dengan para outSIDer yang sudah diap didepan panggung. Dan setelahnya, barulah Superman Is Dead menggebrak GOR Bulungan dengan crowd yang RUARBIAZA.
Acara sukses selesai tepat waktu, sesuai dengan semangat acaranya, tidak korupsi waktu.hhe
well, KEEP YOUR SPIRIT TO FIGHT CORRUPTION, LETS START WITH OURSELF.
Salam di udara :)
Tapi tidak untuk semangat antikorupsi pemuda-pemudi Jakarta.
GOR Bulungan dipayungi langit kelabu, tapi sesuatu di atas sana membuat darah kami bergelora. Jimi Multhazam, pentolan band The Upstairs yang kali ini tampil dengan formasi 5 personil, membuat penyimak di bawah panggung bersorak-sorai akibat orasinya yang selalu menyelingi di antara lima lagu yang mereka dendangkan di atas penggung.
"Kemarin gua bayar pajak. Tapi ternyata jalanan masih bolong-bolong juga. Kita pulang, muka jadi bonyok karena JALANAN DIKORUPSI! Anj*ing!"
yaa.. seperti biasa, Jimi selalu menjaga tensi penonton dengan kata-kata cadasnya disetiap panggung mereka. Beberapa tembang dari album-album lama mereka seperti; Matraman, Terekam Tak Pernah Mati, Disko Darurat dibawakan dengan energi penuh.
Seketika saya jatuh ke dalam masa muda saya. Kaki terhentak-hentak, kepala dan tubuh spontan bergoyang dan kadang bertepuk sesuai irama. dan setelah itu saya sadar bahwa kaki saya bukan kaki anak pensi lagi. karena baru dihentak lima belas menit, seketika pegal-pegal menjalar. (ok, abaikan ini)
Sebuah event besar garapan Club SPEAK (Suara PEmuda Anti Korupsi), yang didanai kantong besar internasioanal, mencoba menarik pemuda ke dalam berkampanye antikorupsi lewat konser musik dengan artis-artis yang mempunyai pengaruh cukup besar bagi pemuda-pemudi kota.
Jarum pendek arloji saya ada diantara angka 5 dan 6. ROOTS, sebuah band yang mengusung musik reggae, menarik para penonton untuk maju ke depan panggung dan bergoyang riang dengan alunan lirik yang tetap disisipkan semangat antikorupsi.
"Get up. stand up. fight for corruption"
Petang. Saya dan kak Tanya terkena dilema. Mencari masjid untuk shalat magrib atau setia berdiri di depan panggung demi melihat Efek Rumah Kaca yang akan tampil selepas magrib nanti. Di tengah kegalauan kami berdua, Bang Toruz yang datang bersama sang kekasih, bertanya-tanya. Akhirnya sebuah kata sakti: "Mau shalat, tapi takut ketinggalan ERK", menyadarkan saya bahwa Tuhan tidak pantas diduakan dengan sebuah idola.
Lantas kami beringsut mencari rumah Tuhan, dan tiga raka'at berhasil kami tuntaskan. ketika baru sampai di pintu gerbang GOR Bulungan, mbak2 MC sudah bersorak: give it up for EFEK RUMAH KACAAAAA..!
praktis langkah kami langsung diburu hasrat rindu yang dalam terhadap penampilan mereka. beberapa penonton berdiri di sisi pinggir kiri panggung, sisanya, yang kebanyakan para outSIDer, duduk-duduk santai memenuhi lapangan. Kami hanya dapat tempat berdiri sebelas meter dari bibir panggung.
Lagu perama, Banyak Asap Disana.
Entah mukjizat apa, tiba-tiba para penonton yang duduk, berdiri dan melongok-longok ke ruang panitia. Dan sikap itu menular ke penonton yang lain sehingga dengan cekatan kami menyusup lincah diantara orang-orang yang mayoritas berbaju hitam. Daaaaaaan VOILA! kami sudah di depan panggung :D hhahaha YIPI!
Koor merdu penonton pun mengalir. dan seruan "KOTA! KOTA!" yang dikomando Bang Adrian juga tegas terdengar.
Jangan Bakar Buku ada di urutan selanjutnya. Tetapi saya dan Kak Tanya besikukuh supaya HILANG dimainkan. Dan terimaksih Tuhan mereka memainkannya.
"Yang Hilang.. Menjadi katalis.. di setiap Kamis.. nyali berlapis.. aaaaa... aaaa.."
Susana berubah mencekam sesaat dengan nada lirih lagu yang ikut serta dalam album Amnesty International ini. Kami menghayatinya. Sedap.
Pukul tujuh kurang mereka usai, sorak-sorai "WE WANT MORE" dan "LAGIIII" tak bisa disanggupkan. Tapi kami PUAS. Karena setelah sekian lama rehat untuk menonton ERK yang notabene telah menyatukan teman-teman di jejaring dunia maya.
Selanjutnya KUNCI tampil dengan para outSIDer yang sudah diap didepan panggung. Dan setelahnya, barulah Superman Is Dead menggebrak GOR Bulungan dengan crowd yang RUARBIAZA.
Acara sukses selesai tepat waktu, sesuai dengan semangat acaranya, tidak korupsi waktu.hhe
well, KEEP YOUR SPIRIT TO FIGHT CORRUPTION, LETS START WITH OURSELF.
Salam di udara :)
Komentar
Posting Komentar