Pengalaman Wisata Taman Nasional/Pulau Komodo NTT (1 of 2)
Tapi yasudahlah, biar temen-temen netizen mudah menemukannya di Google.
TARAAA~ Ini adalah catatan perjalanan saya yang ketiga.
Kali tempat wisata yang saya datangi berada di luar Jawa dan luar Indonesia bagian barat.
Saya dapat kesempatan emas untuk liburan (dan liputan) ke
Taman Nasional Komodo
di Kota Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat,
Nusa Tenggara Timur (NTT)
Peta Taman Nasional Komodo NTT |
KENAPA PULAU KOMODO?
1. Terpilih jadi salah satu THE NEW 7 WONDERS OF NATURE (yang dulu divoting via web tahun 2011) bersama tempat-tempat kece lainnya. CEK DI SINI
2. KOMODO cuma ada di INDONESIA! Masa kita yang orang Indonesia gak pernah liat? :)
Well, ada juga sih Kebun Binatang Ragunan, Jakarta. Tapi di dalam sangkar.. Atau di negara lain untuk penelitian. Tapi, yang terpenting adalah rumah komodo dragon cuma di Nusantara raya!.
3. Bukit, laut dan pantainya super cantik!
4. Hotel udah cukup banyak, kendaraan juga. Sudah layak menjadi tempat wisata deh.
Tapi.....Karena saya males ngetik lagi, jadi saya akan copas tulisan liputan saya saja yaa hahaha *ditoyor*
Ini adalah tulisan saya sebelum diedit oleh yang mulia mbake editor..
((Kali ini gue optimis kalo tulisan gue sebelum diedit lebih oke dibanding sama hasil editan doi))
Wkwk.. Ampun Mbak Quin
*besoknya di-SP*
Sebagai selingan, sekaligus bisa dengar hasil liputan feature radio saya lewat audio di bawah ini.
Tapi, karena yang naik siar di radio adalah tulisan yang sudah diedit oleh sang editor alias Mbak Quin, jadi aku akan berikan file audionya di sini....
EPISODE 1 dari 2
Menduniakan Taman Nasional Komodo di Mata Internasional (Bagian 1)
EPISODE 2 dari 2
Menduniakan Taman Nasional Komodo di Mata Internasional (Bagian 2)
Sembari mendengarkan hasil liputan di atas, monggo sambil moco-moco hasil liputan perjalanan saya berikut ini. Saya copy paste langsung dari naskah format radio. Jadi bisa buat belajar dan jadi contoh juga untuk teman-teman yang mungkin mau nulis naskah radio.
Penjelasan istilah
Atmos (atmosfer): natural sound yang akan menjadi latar suara (backsound)
Stand-up: suara reporter di TKP yang berbicara menjelaskan sesuatu
Insert: suara narasumber
===
BLOK 1
Fokus: keindahan TN Komodo
Pengantar: Pulau Komodo ditetapkan
menjadi salah satu dari 7 keajaiban alam dunia (New 7 Wonders of Nature) pada
2011. Para turis lokal dan mancanegara pun berbondong-bondong datang ke Taman
Nasional Komodo di Nusa Tenggara Timur. Kali ini KBR akan berkunjung dan
melihat seperti apa wisata dunia milik Indonesia ini. Berikut laporan bagian pertama
Reporter KBR Aisyah Khairunisa.
---
Atmos pramugari Garuda sebelum landing di Bandara Komodo
“Kita akan mendarat di
Bandara Komodo di Labuan Bajo. Waktu setempat sekarang menunjukkan pukul 14
lewat 12 menit. Tidak ada perbedaan waktu antara Labuan Bajo dan Denpasar,
Bali,”
Pemberitahuan dari pramugari
pesawat baling-baling Garuda Indonesia sesaat sebelum
saya mendarat di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, membuat saya sontak menerawang
ke luar jendela pesawat. Gradasi warna hijau dan biru laut di ujung barat Pulau
NTT kontras dengan bukit dan tanah tandus yang menjulang di tepi lautnya.
Stand-up Ais sampai di Bandara Komodo
“Nah saya sekarang sudah sampai di Bandara Komodo, Labuan
Bajo. Ini adalah pintu masuk para turis untuk melihat Taman Nasional Komodo dan
wisata indah lainnya di NTT. Suhu siang ini adalah 34 derajat celcius.
Teriikk sekali..”
Sesampainya saya di tanah NTT, hal
pertama yang ingin saya lihat adalah komodo. Saya sangat penasaran dengan naga
purba langka yang hanya ada di Indonesia.
Atmos Helmi ngobrol..
Perjalanan saya kali ini akan ditemani
Kepala Taman Nasional Komodo, Pak Helmi. Pak Helmi ini adalah rimbawan sejati. Sejak lulus kuliah hingga sekarang ia sudah
pernah mengurus 8 taman nasional di Indonesia, yang terakhir Taman Nasional
Komodo ini.
“Ada beberapa pulau yang memang dikhususkan untuk
wisatawan melihat komodo. Seperti Pulau Komodo dan Rinca. Adapun pulau yang
tidak dikunjungi oleh wisatawan, Gili Motang dan Nusa Kuning itu di sana ada komodo
juga. Tidak dibuka untuk wisatawan. Ini kombinasi manusia dan alam. Di sisi
lain ada konservasinya, ada yang bersentuh dan berinteraksi dengan manusia,”
penjelasan Helmi di Kantor Taman
Nasional Komodo di Labuan Bajo, Selasa (1/9/2015).
Oke, itu berarti untuk bisa melihat
komodo saya harus datang ke dua pulau ini: Pulau Komodo dan Pulau Rinca.
Atmos naik speedboat
Perjalanan dengan speedboat
ditempuh selama 1 jam, sementara dengan perahu motor bisa dua jam. Selama
perjalanan itu di kiri kanan depan belakang saya adalah pulau-pulau kecil
dengan bukit tinggi. Melalui gugusan pulau ini membuat saya benar-benar sadar
bahwa Indonesia adalah negara kepulauan dan pantas menjadi poros maritim dunia.
Atmos guide (Nama: Ramsi)
tanya jawab sama pengunjung
“Selamat pagi semua (turis: pagiiii). Selamat datang di Pulau
Rinca. Nah untuk mempersingkat waktu...”
“Pak tunggu pak, satu pertanyaan lagi, kalau misalnya kita lagi tracking terus ada komodo yang mendekat, cara ngusirnya gimana?”
“Ada instruksi pemandu nantinya. Kalau pemandu bilang, menepi, yaudah menepi. Kalau pemandu bilang lari, baru lari. (turis: HAAAHH?? Lari???)..”
“Ada tambahan, kalau misalnya ibu dikejar komodo, jangan lari lurus, lari zig-zag. Karena dia (komodo) tidak bisa zig-zag”
“Pak tunggu pak, satu pertanyaan lagi, kalau misalnya kita lagi tracking terus ada komodo yang mendekat, cara ngusirnya gimana?”
“Ada instruksi pemandu nantinya. Kalau pemandu bilang, menepi, yaudah menepi. Kalau pemandu bilang lari, baru lari. (turis: HAAAHH?? Lari???)..”
“Ada tambahan, kalau misalnya ibu dikejar komodo, jangan lari lurus, lari zig-zag. Karena dia (komodo) tidak bisa zig-zag”
Oke, semoga saya tidak perlu lari
zigzag di pulau ini.
Atmos jalan dan takjub liat komodo
Lima menit tracking di Pulau Rinca,
saya sudah menemui gerombolan komodo. Beruntung, kali itu ada dua komodo yang tengah unjuk gigi. Mereka bertarung memperebutkan betina. Tapi meski liur komodo mematikan, jika ada komodo yang digigit komodo lain, komodo itu tak akan mati. Karena mereka punya antibodi sendiri.
Atmos ramai liat komodo berantem
Ternyata bukan saya saja yang
takjub, para turis yang sebagian besar wisatawan mancanegara juga langsung
sigap meraih kameranya.
“Oh it’s beautiful. Yes, it was great to see such a big
dragons,” kata Monica (50), turis
asal German.
“Sangat takjub banget ya. Komodo cukup memacu adrenalin melihat sisa-sisa hewan purbakala. Dan tentunya kehidupan alam yang sangat indah,” ujar Luqman (27), turis lokal yang datang dari Jakarta.
“When you are here you have to see them. Because you
don’t have the chance to see this animals somewhere else in the world. So, it’s
cool,” cerita Paul (63), warga
Inggris yang berlibur ke Komodo.
Saya semakin bangga, menurut data
Taman Nasional Komodo, mayoritas turis yang datang ke Pulau ini adalah turis
asing. Salah satu pemicunya adalah penetapan komodo sebagai New 7 Wonders of
Nature pada 2011 lalu.
Tapi meski sudah menjadi wisata
dunia, ternyata kondisi dan fasilitas di Taman Nasional Komodo masih minim.
Kenapa? Simak lanjutannya esok.
Demikian SAGA KBR, saya Aisyah Khairunnisa, terima kasih sudah mendegarkan.
====
BLOK 2
Fokus: Kelemahan pengelolaan wisata di TN Komodo
Pengantar: Keindahan Pulau Komodo sebagai wisata dunia memang tak
bisa dielakkan. Terlebih setelah Pulau Komodo ditetapkan sebagai salah satu 7 keajaiban
alam dunia pada 2012. Tapi apakah pelayanan dan fasilitas pariwisata di sana
sudah sesuai dengan taraf internasional? Berikut laporan bagian kedua Reporter
KBR Aisyah Khairunnisa.
----
Atmos turis panik
hampir tenggelam di sekoci
“Pak, pak, air masuk pak! Balik lagi pak.. Ke pinggir, ke
pinggir...!”
Sekoci yang saya naiki petang itu nyaris
karam. Perahu kecil berukuran 5 x 1 meter itu kelebihan muatan. Langit di Pulau
Padar, Nusa Tenggara Timur pukul setengah tujuh malam sudah gelap. Sehingga
sang juru kemudi memaksa supaya semua rombongan bisa naik sekoci sekali jalan.
Agar bisa segera meninggalkan pulau dan sampai ke speedboat yang menunggu
sekitar 200 meter dari bibir pantai.
Seharusnya kami tak perlu naik
sekoci, jika saja speedboat yang membawa kami ke pulau ini
bisa bersandar di dermaga. Tapi sayang, Pulau Padar dan sejumlah pulau lainnya
di Taman Nasional Komodo tak punya dermaga.
Bahkan, di pulau-pulau besar yang
sering dikunjungi, seperti Pulau Komodo dan Rinca hanya dilengkapi dengan
dermaga kayu. Kepala Taman Nasional Komodo, Helmi.
“Nah ini kalau sudah muatan dunia juga harus dunia
dong.Pada saat cruise (kapal pesiar)
datang, sesungguhnya kita sudah berupaya melalui Kementerian Perhubungan buat
dermaga panjang, namun ya itulah mungkin pendekatan kita salah. Setelah ada
cruise ya ternyata kurang panjang. Karena kami juga punya dermaga. Tapi kurang
ditinggikan karena kan bule bule tinggi. Jadi memang harus betul-betul
dihitung," kata Helmi di Kantor
Taman Nasional Komodo di Kota Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Selasa
(1/9/2015).
Helmi mengakui ada sejumlah
perhitungan yang salah dalam membangun dermaga, Misal, tidak adanya teknologi
mesin hidrolik yang bisa menggerakkan ujung dermaga naik turun sehingga
ketinggiannya dapat disesuaikan dengan ketinggian kapal.
Keberadaan dermaga besar dianggap
penting lantaran sepertiga turis asing yang datang ke Komodo menggunakan kapal
pesiar. Menurut catatan Taman Nasional, sejak enam bulan terakhir, tercatat
sudah ada lebih dari 34 ribu wisatawan asing yang datang ke Pulau Komodo. Pada Januari – Juni 2015 ada 10 ribu lebih turis yang datang dengan kapal pesiar. Dengan
jumlah kapal pesiar di pada Januari hingga Juni 2015 sekitar 20 kapal.
“Di Indonesia belum ada port untuk kapal cruise (kapal
pesiar). Berhenti di tengah laut, di TN Komodo, nanti dilanjut dengan kapal
kecil kapasitas sampai 30 orang. Jadi pada saat musim Oktober – Januari itu
kapal cruise meningkat jumlahnya.
Bisa sampai 2 ribu orang (per cruise)
kita layani dalam satu pemanduan,” kata Helmi
kepada KBR.
Atmos naik speedboat
Transportasi utama di Taman
Nasional Komodo adalah perahu, kapal atau speedboat. Ini lantaran setiap pulau
berjarak cukup jauh. Sekitar 1 hingga 2 jam perjalanan laut. Puluhan kapal yang
siap mengantar turis, bersandar di Labuan Bajo yang menjadi titik awal
pemberangkatan.
Sayangnya, menurut wisatawan lokal
asal Jakarta, Dikdik, pemerintah setempat tak menuliskan patokan harga untuk
penyewaan perahu-perahu tersebut. Walhasil, ia sempat kena jebak agen
perjalanan yang mengerek harga perahu menjadi tinggi.
“Orang kesini itu untuk dapat detail dia mau jalan ke
sini itu yang belum jelas. Misalnya mau sewa boat. Estimasinya gambarnya apa,
pas diliat (lebih jelek dari gambar). Kalau mau dari sisi Pemda-nya arrange
itu. Pengaturan kapal-kapal. Kapal ini standarnya berapa rate-nya. Kapal
modern-nya berapa rate-nya. Sehingga yang jauh-jauh itu akan pingin (ke sini).
Kayak saya mungkin kalau mau bawa keluarga ke sini bingung mau lewat travel
mana. Direct (langsung pesan di pelabuhan) takut kejeblos (mahal) harganya.
Tapi kalau mesen dari Jakarta takut kejadian kayak kemarin. Antara gambar dan
aktualnya beda,” kata Dikdik (35)
turis asal Jakarta yang ditemui di Bandara Komodo, Selasa (1/9/2015).
Sementara yang dipermasalahkan
turis asing adalah minimnya akses penerbangan ke Taman Nasional Komodo. Saat
ini hanya ada tiga maskapai yang melayani penerbangan menuju Bandara Komodo di Labuan
Bajo. Bandara ini adalah bandara terdekat dari Pulau Komodo. Namun penerbangan
ke Labuan Bajo hanya ada dari Denpasar, Bali dan Kupang, NTT. Turis asing asal
German, Monica (50).
“Maybe it would be better to have more flights coming
here. It’s a long way. You have to go to Denpasar first, and then you can come
to Komodo. Maybe it’s better to have a flight from Singapore or Kuala Lumpur.
So it’s better for coming from Germany or europe,” ujar Monica saat
diwawancari KBR di Labuan Bajo, Selasa (2/9/2015).
Menanggapi hal ini, Menteri
Perhubungan Iganasius Jonan menyatakan pemerintah tak bisa memaksa maskapai
untuk membuka rute penerbangan.
“Kalau penerbangan sipil, penerbangan komersial itu
sifatnya pasar aja yg menentukan. Pemerintah tidak bisa dorong itu. Kalau misalnya
pesawat lain harus masuk, itu gak bisa, terserah mereka mau masuk, mau nggak,”
kata Jonan saat diwawancarai KBR di
Kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (9/9/2015).
Selain masalah transportasi, turis
mancanegara juga menyayangkan kondisi jalan utama di Kabupaten Labuan Bajo yang
minim penerangan saat malam. Serta sampah yang tersebar di pelabuhan dan
pantai.
“I would say that the goverment should do something
againts the rubbish everywhere. Because sometimes when you are on the beach
down here. It’s just crowded with the rubbbish. But people clean it very fast.
So that’s good. But, when you are in the boat, in the port, it’s very dirty, the
water,” kata Monica (25), seorang
pekerja sosial asal Inggris.
Membangun dan mempercantik Taman
Nasional Komodo terus dilakukan. Lalu apakah pemerintah sudah cukup
memberdayakan warga sekitar taman nasional? Simak laporan bagian akhir, esok.
Demikian SAGA KBR, saya Aisyah Khairunnisa, terima kasih sudah mendegarkan.
====
BLOK 3
Fokus: Pemberdayaan warga sekitar
Pengantar: Pemerintah mengklaim
pengelolaan Taman Nasional Komodo memakai prinsip “Membangun NTT”, bukan “Membangun
di NTT”. Itu artinya, masyarakat sekitar Komodo harus diberdayakan untuk
membangun kawasan wisata dunia yang layak.
Seperti apa pemberdayaan masyarakat NTT dalam Taman Nasional Komodo?
Berikut laporan terakhir Reporter KBR Aisyah Khairunnisa.
150909-kbr-ais-Bang
Flori, guide di goa batu cermin jelasin wisata-wisata di NTT
“Oke selamat pagi. (Turis: pagiiii).. Selamat datang di Goa Alam Batu Cermin, ini merupakan satu-satunya objek wisata dalam kota. Selain yang utama itu komodo. Yang paling jauh danau 3 warna, Kelimutu. Terus ada beberapa tempat lagi yang sering dikunjungi. Danau Sananggoa, danau yang gak bisa hidup ikan, karena belerang. Itu 2 jam dari Manggarai Barat. Terus ada air terjung, Cunca Langi dan Cunca Wulang. Terus kampung tradisional, itu trackingnya 3-4 jam di hutan, Wae Rebo. Terus ada sawah seperti sarang laba-laba.
“Banyak sekali sebenarnya wisata di sini ya pak?”
“Iya, jauh-jauh tapi. Butuh tenaga butuh biaya banyak”
“Oke selamat pagi. (Turis: pagiiii).. Selamat datang di Goa Alam Batu Cermin, ini merupakan satu-satunya objek wisata dalam kota. Selain yang utama itu komodo. Yang paling jauh danau 3 warna, Kelimutu. Terus ada beberapa tempat lagi yang sering dikunjungi. Danau Sananggoa, danau yang gak bisa hidup ikan, karena belerang. Itu 2 jam dari Manggarai Barat. Terus ada air terjung, Cunca Langi dan Cunca Wulang. Terus kampung tradisional, itu trackingnya 3-4 jam di hutan, Wae Rebo. Terus ada sawah seperti sarang laba-laba.
“Banyak sekali sebenarnya wisata di sini ya pak?”
“Iya, jauh-jauh tapi. Butuh tenaga butuh biaya banyak”
Berbagai wisata alam nampaknya
lengkap di tanah Nusa Tenggara Timur (NTT). Saya bisa melihat komodo yang hanya
hidup di Indonesia. Saya bisa tracking ke bukit untuk melihat indahnya gugusan
pulau-pulau yang tersebar di NTT. Saya
bisa snorkeling dan diving untuk melihat terumbu karang dan
biota laut yang indah.
Karena perairan Taman Nasional
Komodo terletak di daerah tropis. Pihak taman nasional menyebut ada lebih dari
1.000 jenis ikan, 380 jenis karang, serta menjadi habitat dan jalur migrasi
sekitar 25 jenis paus dan lumba-lumba.
Tentunya berbagai wisata ini
membuat uang mengalir deras ke Komodo. Kepala Taman Nasional Komodo Helmi
mengatakan, sejak Januari hingga Juni 2015, kas negara sudah menerima pemasukan
hingga Rp 11 miliar hanya dari pos tiket masuk.
Untuk turis lokal hanya
dikenakan Rp 5 ribu per pulau, sementara turis asing di musim liburan harus membayar
tiket masuk pulau hingga Rp 215 ribu.
Untuk membangun NTT, pihak taman
nasional memberdayakan masyarakat untuk
menjadi pemandu (naturalist guide).
“Mekanisme dengan masyarakat begini, begitu dia masuk ke
pulau nanti bayar lagi untuk pemanduan. Kalau tidak (dipandu bisa) digigit
komodo. Nah di situ bisnisnya. Bayar Rp 80 ribu per lima orang. Lima orang
dipandu oleh satu guide. Kadang ada 1 orang, 1 pemandu. Lima ini kesepakatan
yang kita bangun bersama masyarakat. Jadi bapak-bapak ibu-ibu masih bisa
melihat orang kampung yang sehari-hari berhubungan dengan orang asing,” kata Helmi.
Hingga kini ada sekitar 60 naturalist guide di dua pulau yang
ditujukan untuk wisata komodo. Ketua Koperasi Serba Usaha Taman Nasional
Vincencius Latif mengungkapkan alasan mengapa masyarakat Pulau Komodo
sekitarnya lebih utama untuk diberdayakan.
"Karena dalam pertimbangan kita, mempekerjakan orang
dari luar banyak yang tidak bertahan di sini. Yang kedua mereka mengambil keuntungan
saja mungkin di sini.Tapi kalau Kita buat lokal yang ada di kawasan ini mereka
tidak akan kemana-mana. Kebijakan kita prioritas masyarakat yang ada dalam
kawasan," kata
Vincen di Pulau Rinca, Senin
(1/9/2015).
Meski begitu, dari tarif Rp 80 ribu
hasil pemanduan 5 orang turis, tak semuanya masuk ke kantong pemandu.
Naturalist guide hanya akan mendapat separuhnya, Rp 40 ribu. Separuh lainnya
menjadi pemasukan negara dan biaya kesejahteraan pengelolaan kebutuhan pemandu.
Atmos suara ombak di pelabuhan
Standup Ais di pelabuhan
malam
“Pukul sembilan malam waktu indonesia tengah. Suasana di Pelabuhan Labuan Bajo nampak sepi. Kapal dan perahu bersandar di pelabuhan, namun beberapa kapal terlihat sampai setelah membawa turis berlayar”
“Pukul sembilan malam waktu indonesia tengah. Suasana di Pelabuhan Labuan Bajo nampak sepi. Kapal dan perahu bersandar di pelabuhan, namun beberapa kapal terlihat sampai setelah membawa turis berlayar”
Malam itu saya bertemu Aldo. Warga
asli Pulau Komodo yang kini menjalankan bisnis sewa perahu untuk wisata. Meski
pihak taman nasional sudah memberdayakan sebagian masyarakat untuk menjadi pemandu,
tidak demikian dengan Aldo. Ia dan sejumlah masyarakat Pulau Komodo malah
merasakan mata pencahariannya dipangkas dengan penertiban pengelolaan taman
nasional.
“Ini sudah banyak orang bawa kapal. Di Komodo sekarang
sepi banget, seakan-akan tidak ada orang di sana di Kampung Komodo. (Kenapa?) Orang
Komodo keluar semua, pada datang ke Labuan Bajo, pergi kerja. Karena di sana
mata pencariannya ketat banget. Mereka akhirnya pergi ke Bali, Makassar,
Jakarta," kata Aldo di dermaga kayu, Senin (1/9/2015).
Awal dibukanya wisata Komodo, Aldo
sempat berjualan baju, patung dan mutiara. Namun kebijakan taman nasional
melarang masyarakat untuk berjualan. Karena sudah ada toko souvenir di setiap
pulau.
"Pernah juga saya
orang penjual (jadi penjual) sampai 2 tahun. Itu sesudah dilarang. Saya jualan
sudah dapat speedboat ini. (Wih keren..) Tapi mereka larang, jangan jual di sini.
Tapi kami jawab, kami kan tidak pergi curi, kami datang jual. Kalau ada sampah,
kami bersih-bersih,” kata Aldo.
Walhasil, meski omzet penjualan
souvenir jauh lebih besar, kini Aldo memilih menarik perahu. Sekali jalan
perahu dengan kapasitas 10 orang disewakan seharga Rp 6 jutaan. Namun itu lebih
baik baginya, dibanding harus kucing-kucingan dari kejaran polisi hutan
(polhut) saat berjualan di pulau sendiri.
“Kalau kita penjual, pusing, dikejar-kejar orang. Kalau
polhut tangkap, barangnya disita, dibawa ke kantor. Dia bilang sampai di kantor
barangnya kalian ambil kembali. Tapi kami datang ke kantor, barangnya gak
diambil semua. Itu semua orang Komodo pusing. Pencairannya kebanyakan di sini
semua. Bawa kapal,” kata Aldo
bercerita.
Kepala Taman Nasional Komodo Helmi
menyadari masih ada banyak PR yang harus dilakukan untuk menjadikan NTT menjadi
wisata dunia dengan fasilitas bertaraf internasional.
Demikian SAGA KBR, saya Aisyah Khairunnisa, terima kasih sudah
mendengarkan.
===
NAH. PUSING GAK BACA NASKAHNYA?
Hehehe.. Maaf bukan kronologi runut perjalanan. Memang liputan saya lebih memotret soal kehidupan dan pengelolaan wisata di Taman Nasional Komodo.
Tapi supaya memudahkan, saya buat tulisan lanjutan soal itinerary, foto-foto, dan harga wisata di sana yaa.. See you di lapak sebelah.
Salam.
Aiskhairun.
Contact: aisyah.khairun@gmail.com
nice article... seru banget ya liburan ke pulau Komodo.. salamkenal dari outbound Malang
BalasHapusPenasaran dengan Keindahan Pulau Komodo, kalau boleh tahu berapa bajet yang harus kita sediakan untuk liburan ke pulau komodo yah?
BalasHapus