Selamat jalan, Niza :(

Pagi itu ku ubah gambar layar netbuk-ku dengan gambar bulan setengah. Warnanya hitam kelam. Ditengahnya menyembul setengah lingkaran oranye muda dengan bintik-bintik besar khas bulan. Entah. Rasanya foto bulan yang baru tadi malam kujepret ini, paling pas untuk menemaniku hari ini.

====

Sore lalu hujan turun dengan deras. Persis saat aku sudah rapi dan siap menaiki motor menuju rumah sakit tempat kau bermalam. Niza, sahabat masa kecilku, sudah tergolek di sana sekitar dua minggu.

====

Siang hari ketika asik buka facebook sembari nugas, tiba-tiba jendela chatmu muncul. Lalu megalirlah percakapan-percakapan yang lama tak terjalin. Sebenarnya ingin ku jalin. Tapi hanya jadi wacana di pikiranku. Tak pernah terlaksana.

Biasanya, bila bertemu di depan rumah, kita hanya saling menyapa barang satu-dua kata. Tak sampai mengobrol. Apalagi bersenda gurau seperti saat kita kecil dulu. Di saat aku begitu tomboy dan selalu merecokimu yang senang bermain barbie. Di saat berangkat ngaji bersama adalah kewajiban yang hampir tiap sore kita lakukan. Di saat kita semangat berangkat tarawih bareng sambil bawa jajanan. Di saat mengisi buku diary geng RAN (Rahma Aisyah Niza) adalah sebuah kesenangan.

Aku tau kamu sakit. Tapi aku yang hampir setiap akhir minggu tinggal di depan rumahmu, tak pernah sekalipun menengok saat kamu sedang drop. Sebenarnya aku cuma tak mau menganggapmu lemah. Aku merasa kamu hanya sakit sedikit. Dan pasti bisa sembuh.

====

Senin ini, pukul 10 pagi, kakakku mengirimkan pesan "Bet, Innalillahi, Niza meninggal di rumah sakit barusan". Sontak aku diam menatap layar dan hanya bisa berkata "Innalillahi". Teman-teman di sekelilingku yang saat itu sedang rapat langsung bertanya ada apa. Dan perasaanku saat itu hanya: tak percaya. Aku sedih, tapi tak bisa menangis.

Sabtu lalu ketika aku pertama kalinya menjengukmu saat kau drop karena penyakitmu, aku optimis. Aku optimis kau akan sembuh, cepat atau lambat. Itu pertama kalinya aku menjengukmu, setelah sekitar lima bulan setelah kau divonis lupus.

Sabtu sore itu, setelah menunggu hujan reda. Aku lajukan motor bersama adikku untuk tetap kekeuh menjengukmu. Karena tugas menunggu di Depok, hampir aku urungkan niat pergi ke RS Sari Asih. Begitu masuk ke kamar yang sudah sekitar 2 minggu kau inapi itu, aku langsung lari memelukmu. Itu pertama kalinya aku bicara denganmu dengan begitu dekat lagi.

Kau terlihat lebih gemuk. Tapi hanya di bagian wajah. Setelah tau kau baru chemo lupus kemarin, kutemukan betismu yang tipis, hanya seperti tulang dibalut kulit.

Sore itu kau bawel. Aku tak menyangka kau akan seceria ini. Kau bercerita tentang apa yang kau rasakan dari sakitmu, cerita tentang kuliah dan apa yang akan kamu lakukan setelah sembuh nanti, juga cerita masa lalu kita yang konyol, dan menertawakannya.

Aku senang sore itu. Melihatmu semangat sekali melawan penyakit ini. Kau bilang kau pernah dimimpikan "dijemput" karena "sudah waktunya". Aku sedih mendengarnya, tapi kau bercerita dengan ceria, meski dengan suara lemahmu. Maka aku jadi ikut tenang.

Kata ibumu, di hari aku berkunjung, kau banyak tertawa. Karena begitu konyol masa lalu kita. Tak sia-sia aku jadi bocah alay (literally) saat itu. Tak sia-sia aku menunggu hujan dan merelakan tugasku berantakan malam itu demi menjengukmu.

Saat menulis catatan ini, aku baru bisa menangis. Tangisku tertahan sejak membaca kabar kelam tentangmu kemarin  pagi, Niz. Entah kenapa aku tak bisa menangis. Mungkin karena aku lebih kaget, karena kau sebegitu optimis pasti sembuh.

Aku putuskan untuk menulis ini karena aku kesal dengan diriku sendiri yang tak bisa membagi waktu untuk bermain lagi bersamamu. Aku kesal hanya bisa membuatmu tertawa di hari terakhir kita bertemu . Aku kesal di hari kau akan dimakamkan aku malah sibuk membuat tugas di kampus. Tugas yang tak pernah berhenti datang.

Dadaku sakit. Sesak dengan penyesalan karena waktu yang kadung tak terbagi. Padahal kita bertiga (bersama Rahma) ingin sekali jalan-jalan sebagai trio kecil lagi, yang kini sudah beranjak gede. Maaf ya niz kalau itu belum sempat terlaksana.

Entahlah, rasanya ini kehilanganku yang pertama akan orang terdekatku. Rasanya berat memikirkan kau tidak lagi tinggal di depan rumahku mulai saat ini. Walaupun, aku juga jarang main ke rumahmu :"(

Sampai saat ini aku tak berani mengirim pesan ke ibumu, Elin, atau ayahmu. Rasanya lebih sedih membayangkan betapa sedihnya mereka yang begitu menyayangimu. Maka aku si pengecut ini hanya bisa menulis disini. Menyimpan sendiri kesedihan dan sayup-sayup ingin mendengar kabar keluargamu saat menghadiri pemakaman.

Aku hanya bisa mengirim doa dari sini. Untukmu dan ketabahan keluargamu yang hebat. Untukmu dan perjuangan orang tuamu. Untukmu dan ketabahan kekasihmu.

Kamu pergi duluan, Niz. Padahal kita belum jalan-jalan :(
Sesak rasanya. Kau teman karibku. Maaf aku tak bisa menjadi teman yang baik di saat kau sakit.

Selamat jalan, Faniza Fatma Astika.
Photo by: Elyn, adik Niza

Semoga Tuhan memberi tempat sebaik-baiknya.

======

Depok. 21 Mei 2013.
Ditulis di sela-sela deadline tugas kuliah yang menghimpit. Ditulis setelah lagi dan lagi kubuka profil facebook mu karena aku tak percaya. Karena aku tak tahan sesak sekali rasanya.

Komentar