Idris Sardi: Bermain Untuk Tuhan Dan Indonesia

Di usia senjanya, Idris Sardi, violis yang sudah menyelami dunia musik sejak umur lima tahun, masih bersemangat untuk mensyiarkan permainan musiknya kepada dunia. 


Dibalik kesuksesan sang maestro, yang lebih suka disebut pengamen ini, ternyata ada dua kunci dalam hidupnya yang ia selalu junjung ketika bermusik. 


"Tolong ikuti saya. Dalam hidup saya selama ini, makanya kenapa saya masih ada disini, saya bekerja untuk ibadah. Dan kalau saya bekerja hanya untuk dua hal: Tuhan dan Indonesia, " tuturnya dengan penuh semangat. 


Bermusik untuk Tuhan menurutnya ibarat rasa syukur dan ibadah. "Karena musik kan ciptaan Tuhan, " katanya. "Indonesia juga ciptaan Tuhan, makanya kalau lihat masalah yang ada di Indonesia selesaikan karena Tuhan dan bangsa. Pasti kita jadi hebat!, " pungkasnya dalam acara Malam Renungan Kemerdekaan di Perpustakaan Pusat Kampus Universitas Indonesia (UI), Depok, Jawa Barat, Rabu (17/8) dini hari. 


Mas idris, begitu ia biasa disapa, pada tahun 1955 berhasil mendapat tiket tur keliling dunia. "Namun saya tidak bangga, saya lebih bangga mengaku guru saya tukang becak," ungkapnya. 


Ia pun terlihat sangat rendah hati ketika menceritakan bagaimana ia bermain musik di panggung. 


"Memang tadi siapa yang main? Saya? Tidak, Itu malaikat kok. Karena sebelum bermain saya selalu berdoa: Ya Tuhan, setiap kami main izinkan kami dan teman2 mensyiarkan ciptaanmu melalui permainan musik kami untuk menambah kecintaan padamu dan membahagiakan banyak orang, " ujarnnya seraya menirukan doa sebelum tampil. 


Dalam acara Renungan Kemerdekaan di UI, Idris Sardi tampil dengan membawakan 13 lagu nasional yang secara medley dengan iringan suara orkestra. "Ini tantangan untuk saya. Kalau lagu nasional dimainkan satu-satu lemes kita mainnya, " kelakarnya. 


Ayah dari aktor film Lukman Sardi ini sejak umur lima tahun sudah menyimak ayahnya, M. Sardi, violis pertama dari Orkes RRI Studio Jakarta berlatih biola. "Sejak umur lima tahun saya sudah minta diajarin, cuma belum ada biola kecil pada saat itu. Subuh, bapak saya main, saya harus liat, " ujarnya. Lalu mulailah pada usia 9 tahun, ia mulai rutin latihan pada jam 5 pagi dengan mencari cahaya di luar rumah.
  
Hafid Fuad (25), salah seorang dari penonton yang hadir di acara Malam Renungan Kemerderkaan UI juga mengagumi sosok Idris Sardi, "Senang sekali bisa menyaksikan seorang Idris Sardi. Bagi saya beliau adalah panutan dalam konsistensi berdisplin pada suatu bidang. Senang sekali melihat cara beliau 'memperlakukan' biola sejak pertama kali melihatnya di TVRI dulu, " ujar warga Srengseng Sawah ini. 


Hingga saat ini, di usianya yang sudah menginjak 73 tahun, ia masih terlihat bugar dan sangat bersemangat ketika menghibur penonton dengan gesekan biolanya. "Yang penting bermakna dan berkualitas, " pungkasnya. 

Komentar